PAHALA MENGALIR UNTUK ANDA....
Disebutkan dalam Shahih Muslim
--dari hadits Abu Mas'ud Al-Anshari Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam, bahwa beliau bersabda. Artinya: "Barangsiapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya."
______ [ Semoga kita dimudahkan untuk mengajarkan kebaikan ] ____________

Selasa, 17 Maret 2009

Islam Menimbang Politik


oleh: Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilaaly

Alhamdulillah, kita bisa berjumpa lagi dalam artikel-artikel berbeda yang sengaja kami tengahkan untuk Anda, para pembaca setia berbagilentera.blogspot.com. Topik artikel kali ini yakni pembahasan mengenai politik dalam islam. Sungguh, apabila topik perpolitikan dibahas, maka semua dari kita akan urun pendapat dalam memperbincangkannya, yang memang berhak berpendapat bahkan yang tidak berhak pun ikut serta berpendapat. Aneh memang. Mmm...baiklah, kami persilahkan Anda membaca (baca: merenungkan) artikel ini. Dari kami, semoga bermanfaat.

Politik dalam Syariat Islam

Islam adalah agama yang paripurna (syamil) dan diridhai Allah untuk kita. Allah berfirman yang artinya: "Sesungguhnya agama yang diridhai Allah di sisiNya adalah Islam". "Barangsiapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima darinya dan kelak hari kiamat dia termasuk orang-orang yang merugi”.

Allah menyeru untuk masuk kedalam Islam secara menyeluruh dengan firmanNya: “Hai orang-orang yang berfiman masuklah kedalam as-silmi (Islam) secara keseluruhan". Dalam menafsirkan kata as-silm, Ibn Abbas berkata :" As-Silmi" adalah Islam. Jadi Allah memerintahkan kita untuk masuk ke dalam agama ini secara menyeluruh, atau masuk secara total kedalamnya.

Adapun "As-Siayasah"(politik) dialah hakikat Islam, karena makna siyasah sendiri adalah mengatur kemaslahatan umat dengan hal-hal yang tidak bertentangan dengan kitabullah dan Sunnah RasulNya. Dalam merealisasikannya dibutuhkan suatu manhaj, ilmu ataupun orang-orang yang faham kemaslahatan umat.

Para ulama Islam telah mengarang berbagai macam literatur siayasah syar'iyyah (politik dalam syariat Islam) diantaranya: buku al-ahkam as-Sultaniyyah karya al-Imam Al-Mawardi, As-Siyasah As-Syar'iyyah karya Ibn Taimiyyah dan Abu Ya'la al-Musili dan At-Turuq al-Hukmiyyah karya Ibn Al-Qayyim dan sebagainya yang keseluruhannya menerangkan bahwa Islam memiliki manhaj da'wah.

Islam merupakan agama seluruh nabi-nabi, Rasululullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bani Israil dipimpin oleh para nabi, jika seorang nabi wafat maka akan digantikan dengan nabi lainnya", beliau juga bersabda: "Akan datang setelahku para khulafa (pemimpin)”.

Yang mampu memahami kemaslahatan suatu umat setelah para nabi adalah para ulul amri yakni al-hukkam (para pemimpin ) dan ulama, merekalah yang berhak untuk masuk kedalam kancah perpolitikan ini untuk kemaslahatan umat. Para pemimipin bertugas menjalankan syariat Allah, sedangkan para ulama bertugas mengarahkan umat dan menunjuki para umara. Yang berkompeten dalam hal ini adalah orang yang berilmu dan paham dengan hukum syariat, karena kemaslahatan umat memerlukan pemahaman agama yang sempurna.

Pemahaman Politik Era Sekarang

Adapun kata "politik” yang dipahami pada zaman ini sebenarnya tidak pernah dikenal oleh Islam, karena pengertian berpolitik di era ini adalah sebatas kemampuan untuk berdebat, menggerakkan massa, kemampuan berkelit, berubah-ubah warna, kemunafikan dan selalu mengikuti kemana arah angin bertiup. Islam berlepas diri dari "politik” yang seperti ini karena tidak akan mendatangkann kemaslahatan kepada umat.

Inilah perbedaan makna "politik" yang diinginkan Allah dengan makna yang dipahami oleh orang-orang sekarang, yang tidak lain target utamanya agar sampai ketampuk kekuasaan, karena itu seorang politikus rela untuk bekerja sama dengan segala macam kelompok dan segala macam mazhab. Demi ambisi ini dia rela untuk ganti-ganti warna, bersikap plin-plan dan berbuat kemunafikan dengan politikus lainnya, walaupun bertentangan dengan Allah Tuhan alam semesta.

Adapun siyasah syar'iyyah akan selalu dibawah pimpinan seorang alim yang rabbani, Allah berfirman:" Tetapi jadilah kalian ulama yang Rabbani dengan apa-apa yang kalian ajarkan dari alkitab dan dengan apa-apa yang kalian pelajari. Ciri-ciri alim Rabbani adalah seorang yang mendidik umat dengan masalah-masalah yang sederhana terlebih dahulu sebelum masuk kepada masalah-masalah yang besar. Dia paham betul apa yang dibutuhkan umat, karena itu, dengan cara perlahan da'i mendidik umat hingga sampai kepada kesempurnaan dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Sumber: Seri Soal Jawab Dauroh Syar'iyah Surabaya 17-21 Maret 2002 dengan Masyaikh Murid-murid Syaikh Muhammad Nashirudiin Al-Albani Hafidzahumullahu. Dikirim oleh al-akh Apriadi ke milis assunnah@yahoogroups.com.

Jumat, 13 Maret 2009

Gak Bole Bersalaman dengan Lelaki Bukan Mahrom

Saudariku yang kami muliakan karena Alloh, sejauh ini telah kau jaga kehormatanmu dari berbagai fitnah dan kerusakan di lingkunganmu. Alloh telah mencatatnya sebagai amal baik untukmu. Tunggulah, sebentar lagi surga yang penuh kesenangan dan keceriaan, akan menggantikan kesabaranmu dalam mengarungi kepenatan di dunia ini.

Ada yang ingin kusampaikan, agar kau lebih mantap dalam menjaga permata kehormatanmu. Telah sampai kepada kita, hadits mulia dari kekasihmu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Artinya: “Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang diantara kalian dengan jarum besi, yang demikian itu lebih baik daripada dia harus menyentuh wanita yang tidak dibolehkan baginya". [HR. Thabrani, hasan].

Artinya: “Sesungguhnya aku tidak menyalami wanita, karena ucapanku bagi seratus wanita sama seperti ucapanku bagi satu wanita, atau seperti ucapanku bagi satu wanita”. (HR. Malik dalam Al-Muwattha').

Saudariku, putri dari Nabiyulloh Adam 'alaihis salam, kedua hadits tersebut menunjukkan bahwasanya seorang wanita tidak boleh bersalaman dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, karena sentuhan merupakan langkah awal dari perzinaan. Hal itu dibenarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri, beliau telah bersabda kepada kita.

"Artinya : Telah ditetapkan bagi anak cucu Adam bagian-bagiannya dari zina, yang dia pasti mengetahuinya. Zina kedua mata adalah berupa pandangan, zina kedua telinga berupa pendengaran, zina lisan berupa ucapan, zina kaki berupa langkah, sedangkan hati mengharap dan menginginkan, dan kemaluan yang membenarkan dan mendustainya".

Sedangkan suara-suara nyeleneh yang dikumandangkan oleh orang-orang yang senantiasa melakukan tipu daya terhadap Islam, yang mengungkapkan bahwa salaman antara laki-laki dan wanita merupakan simbol persahabatan yang tulus di antara keduanya, maka suara-suara itu hanyalah omong kosong yang tidak berdasarkan pada Al-Qur'an maupun Al-Hadits. Sebaliknya, dalil-dalil yang ada bertentangan dengan apa yang mereka kumandangkan dan memperjelas kedustaan ucapan mereka.

Jadi saudariku, hindarilah bersalaman dengan lelaki bukan mahrom. Semoga Alloh makin cinta dan kasih kepadamu...Karena kecintaanNya yang sangat kepadamu, membuahkan kesuksesanmu dunia akhirat. Ndak percaya?

Diringkas dari: AsSunnah-ML dari “30 Larangan Bagi Wanita, oleh Amr Bin Abdul Mun'in terbitan Pustaka Azzam-Jakarta”.
Gak Bole Bersalaman dengan Lelaki Bukan Mahrom

Saudariku yang kami muliakan karena Alloh, sejauh ini telah kau jaga kehormatanmu dari berbagai fitnah dan kerusakan di lingkunganmu. Alloh telah mencatatnya sebagai amal baik untukmu. Tunggulah, sebentar lagi surga yang penuh kesenangan dan keceriaan, akan menggantikan kesabaranmu dalam mengarungi kepenatan di dunia ini.

Ada yang ingin kusampaikan, agar kau lebih mantap dalam menjaga permata kehormatanmu. Telah sampai kepada kita, hadits mulia dari kekasihmu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Artinya: “Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang diantara kalian dengan jarum besi, yang demikian itu lebih baik daripada dia harus menyentuh wanita yang tidak dibolehkan baginya". [HR. Thabrani, hasan].

Artinya: “Sesungguhnya aku tidak menyalami wanita, karena ucapanku bagi seratus wanita sama seperti ucapanku bagi satu wanita, atau seperti ucapanku bagi satu wanita”. (HR. Malik dalam Al-Muwattha').

Saudariku, putri dari Nabiyulloh Adam 'alaihis salam, kedua hadits tersebut menunjukkan bahwasanya seorang wanita tidak boleh bersalaman dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, karena sentuhan merupakan langkah awal dari perzinaan. Hal itu dibenarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri, beliau telah bersabda kepada kita.

"Artinya : Telah ditetapkan bagi anak cucu Adam bagian-bagiannya dari zina, yang dia pasti mengetahuinya. Zina kedua mata adalah berupa pandangan, zina kedua telinga berupa pendengaran, zina lisan berupa ucapan, zina kaki berupa langkah, sedangkan hati mengharap dan menginginkan, dan kemaluan yang membenarkan dan mendustainya".

Sedangkan suara-suara nyeleneh yang dikumandangkan oleh orang-orang yang senantiasa melakukan tipu daya terhadap Islam, yang mengungkapkan bahwa salaman antara laki-laki dan wanita merupakan simbol persahabatan yang tulus di antara keduanya, maka suara-suara itu hanyalah omong kosong yang tidak berdasarkan pada Al-Qur'an maupun Al-Hadits. Sebaliknya, dalil-dalil yang ada bertentangan dengan apa yang mereka kumandangkan dan memperjelas kedustaan ucapan mereka.

Jadi saudariku, hindarilah bersalaman dengan lelaki bukan mahrom. Semoga Alloh makin cinta dan kasih kepadamu...Karena kecintaanNya yang sangat kepadamu, membuahkan kesuksesanmu dunia akhirat. Ndak percaya?

Diringkas dari: AsSunnah-ML dari “30 Larangan Bagi Wanita, oleh Amr Bin Abdul Mun'in terbitan Pustaka Azzam-Jakarta”.